Selintas mengenal Sejarah Al-Quran, bacaan (Tahsin), Mushab dan Ilmu Nahwu Shorof
Bismillahirrahmanirrahim..
Assalamualaikum,
Pada beberapa kali pertemuan di pengajian Nahwu Shorof, seringkali saya menanyakan hal-hal yg bersifat prinsipal tentang ayat-ayat Al-Quran, sejarahnya dan bagaimana cara mempelajarinya dan bagaimana cara melafadzkannua. Bukannya dulu tidak menyimak sewaktu diajarkan di sekolah, tapi ada beberapa hal yg saya ingin lebih memahami prinsip-prinsip dasarnya, untuk menambah pengetahuan saya dan memperkuat keimanan.
Pak Ustads menjawabnya dengan menerangkan sejarahnya dengan ringkas sebagai berikut:
Seperti yg sudah umum kita ketahui, ayat-ayat yg turun tidaklah sekaligus, tapi berangsur-angsur dan disesuaikan dengan kondisi dan masalah yang dialami oleh Rasul dan umat muslim saat itu.
Pada dasarnya ayat-ayat Al-Quran berbentuk lafadz-lafadz (suara)
Ayat-ayat yg turun dari Malaikat Jibril ke ke Rasul, kemudian secara Talaqi (berhadap-hadapan) dibacakan dari Rasul ke para Sahabat. Para sahabat menghafalkannya dan sebagian ada juga yg menulisnya, seperti Zaid bin Tsabit.
Sahabat Nabi yg bernama Zaid bin Tsabit ini dikenal juga sebagai sekretaris rasul, pemimpin penghimpunan ayat2 al-quran, cerdas, penghafal quran, dan mempunyai kemampuan belajar bahasa asing dengan cepat, mampu menulis dengan indah dan membaca bahasa arab dengan lancar, juga mengetahui dan mempelajari beberapa bahasa-bahasa lain seperti bahasa ibrani, bahasa suryani, dengan cepat, beliau lebih muda kira-kira 10 tahun dari Ali bin Abi Thalib.
Rasul mengetahui penulisan ini, dan tidak melarangnya. Dan malah di bbrp riwayat kelak setelah berlangsung lamanya masa menyebarkan ke-islaman, nabi juga banyak mempercayakan Zaid bin Tsabit utk menuliskan wahyu yg setiap kali turun ke Rasul. Rasul mendiktekan, meminta Zaid utk menuliskannya, dan beberapa riwayat mengatakan juga mengkoreksi tulisan yg didiktekan tersebut. Contohnya dapat kita lihat tentang penulisan "abidu" dan "aabidu" di surat Al-Kafirun. Di surat ini banyak rasm-rasm yg berbeda dengan kaidah Nahwu Shorof. Dan sebagian para Ulama mentafsirkan nya dengan penjelasan yg dalam.
Ulasan:
Ada riwayat sewaktu ayat pertama turun di gua Hira, secara umum kita mengetahui bahwa Nabi tidak bisa membaca, apalagi menulis. Tetapi ternyata setelah mendapat penjelasan dari pak ustadz, ketidak mampuan baca dan menulis ini bukanlah seperti yg selama ini saya bayangkan. Dari sejarah Rasul diwaktu muda, beliau sudah menjalankan perdagangan ke negeri Syam. Secara logika, setidaknya rasul mengerti paling tidak sedikit ilmu-ilmu dasar perdagangan, atau paling tidak dapat membaca dan menulis setidaknya untuk keperluan administrasi yg sangat sederhana untuk menjalankan perdagangan. Kemampuan menulis ditahap awal ini dapat dikatakan sangat sederhana, seperti menggambarkan beberapa lafadz-lafadz huruf dasar atau hanya menggambar/menulis bentuk kata sederhana (morfologi fonem).
Mungkin bisa dibayangkan kemampuan awal dalam hal baca dan tulis pada diri rasul pada tahap awal turunnya wahyu pertama sangatlah minim dan dengan bahasa kita mungkin dapat disebutkan membaca dengan terbata-bata atau hanya bisa dengan kata-kata yg sangat sederhana, TAPI bukan untuk membaca atau menulis tulisan tulisan yang indah dan rumit yg mempunyai unsur sastra.
Maka, dapat dipahami secara logika bahwa di peristiwa di gua Hira, pada saat turunnya wahyu pertama Rasul mengatakan tidak bisa membaca, dan juga bisa diartikan tidak tahu apa yg dibaca.
Cap yg menempel sebagai orang yg tidak bisa membaca (Ummi) yg ditempelkan pada diri Rasul mungkin lebih tepat disebabkan beliau bukan dari golongan orang yg terdidik karena mempunyai kemampuan baca tulis yg minim (dengan ter ba ta), atau bahasa gaulnya bukan dari kalangan anak sekolahan yang mengetahui ilmu-ilmu baca dan tulis indah, sempurna dan lancar. Ummi disini bisa juga di pahami bahwa pada saat turunnya wahyu pertama rasul belum mempunyai pengetahuan yang banyak, dan berikutnya setelah ayat-ayat quran turun mengajarkan beliau tentang banyak ilmu pengetahuan.
Apakah sepanjang hidup rasul tidak bisa membaca dan menulis, atau tetap menjadi ummi seterusnya?? Secara logika, kemampuan awal seseorang tidak mungkin tidak berkembang. Dan rasul juga mempunyai sifat yang namanya fathanah yaitu cerdas. Apalagi banyak sumber-sumber di Quran yang menjelaskan bahwa pengetahuan itu diajarkan ke rasul melalui ayat-ayat Al-Quran. Sifat fathanah yang cerdas ada di diri rasul, dari seorang ummi yang tidak tahu banyak pengetahuan menjadi seorang yang mempunyai ilmu yang banyak setelah diajarkan melalui ayat-ayat suci al-quran.
Telah disebutkan bahwa Rasul juga mempunyai sekretaris seperti Zaid bin Tsabit. Brrp riwayat menyatakan saat rasul meminta zaid utk menuliskan wahyu yang turun kepadanya. Setidaknya ada kemampuan tambah pada diri rasul sendiri, seperti meminta dituliskan tetap seperti ini atau seperti itu. meskipun beliau masih dikategorikan tetap tidak bisa membaca dan menulis, jelas disitu rasul sudah mulai mengenal bentuk-bentuk penulisan kata.
Masih di tahap-tahap awal setelah turunnya wahyu pertama, menurut jejak sejarah, para sahabat yg menerima ayat-ayat indah ini, ter kejut, ter-Ta'jub dan ter kagum karena tidak mungkin ayat-ayat ini karangan Muhammad yg mereka fahami bahwa beliau bukan dari kalangan terdidik, yang tidak mengetahui sebelumnya adanya kitab-kitab lain, dan tidak bisa menulis membaca apalagi ber-syair. Yang kontra dan bereaksi negatif juga banyak, terutama dari para kafir Quraish saat itu, malah mengatakan Rasul adalah tukang sihir dan macam-macam lagi. Ini disebabkan karena hal-hal yg tidak mungkin yg bisa keluar dari seseorang seperti Muhammad yg mereka ketahui ia dari golongan yang "Ummi" (golongan orang yg tidak bisa membaca dan menulis, apalagi mengeluarkan syair-syair sastra yg indah).
Setelah beberapa waktu dalam masa awal islam, setelah banyak ayat ayat turun, akhirnya banyak para quraish yg dulunya kafir akhirnya melihat hal ini sebagai sesuatu yang benar. Mungkin masih ingat kisahnya Umar Bin Khatab, yang tertegun setelah mendengar ayat quran surat TA-HA
Indikasi sudah ada nya Ilmu Nahwu Shorof di zaman Rasul dan Sahabat
Jika kita cermati lagi, kenapa para sahabat dan orang-orang Arab Quraish saat itu mengerti bahwa ayat-ayat itu luar biasa indah, tentulah bisa kita pahami, mereka juga memahami ilmu kesusastraan yg berbasis nahwu-shorof, sebagai ilmu grammar dan tata bahasa arab dan juga sebagai dasar ilmu kesusastraan.
Jadi dapat disimpulkan, bahwa Ilmu Nahwu Shorof, sudah ada pada bangsa Arab pada saat zaman Rasul.
Adapun penyusunan Ilmu Nahwu Shorof, populer muncul setelah zaman Rasul. Hal itu disebabkan karena telah meluasnya islam ke berbagai bangsa. Dan para Ulama-ulama, menuliskan kembali kaidah ini karena dianggap sangat penting utk memahami utk membaca quran dan hadist.
Cara membaca (TAHSIN), dilakukan secara Talaqi (berhadap-hadapan) dan Mutawatir (turun temurun)
Kembali ke riwayat turunnya Al-Quran tersebut, diantara para sahabat, setelah mendengarkan secara Taliqi ayat-ayat tersebut dr rasul. Ada yg membaca berbeda disebabkan karena pengucapan dan lidahnya. Maaf, saya lupa nama sahabat tsb, seperti pengucapan lafadz Alif Lam Miiim , menjadi Alif Lam Mree, dengan munculnya lafadz "re" dalam lafadz Miim.
Rasul memahami pengucapan lafadz yg berbeda disebabkan pengucapan lidah yg berbeda diantara para sahabat. Jika tidak salah ada bbrp sumber rujukan utk cara pembacaan ini, (maaf saya lupa ada bbrp nash ttg cara membaca ini, seperti nya ada 7 macam, nanti saya konfirmasi lagi ke pak ustadz). Cara membaca ayat-ayat Quran inilah yang disebut sebagai TAHSIN.
Jadi dapat dipahami ilmu TAHSIN ini diturunkan secara turun temurun (mutawatir), dari para Hafidz-Hafidz Al-Quran dijaman rasul dan sahabat ke para imam-imam di zaman tabiin dan berikutnya tabiut , hingga sampai ke zaman sekarang. Beberapa Imam-Imam Masjidil Haram seperti Abdurrahman As-Sudaish dan Shuraim disebutkan mengikuti satu nash Tahsin yang sama.
Mengenai penyusunan redaksi Al-Quran, dan penyusunan suatu ayat masuk ke suatu Surah
Diceritakan oleh p Ustadz, masih dizaman rasul, disetiap tahun di adakan Nuzulul Quran, bacaan rasul juga di ulangi dan di koreksi oleh Malaikat Jibril, berikut juga penyusunan ayat-ayat yang turunnya tersebar-sebar tersebut. Nabi menyampaikan hal ini ke para sahabat, dan memerintahkan agar ayat B dimasukkan ke surat A, ayat C dimasukkan ke surat D, dan seterusnya.
Pada setiap tahun Nuzulul Quran ini juga, bacaan nabi dan para sahabat juga di koreksi dan dibetulkan secara taliqi agar mengikuti Tahsin yg benar, dan tentunya membaca ayat-ayat yg telah tersusun dlm suatu surah.
Mengenai Mushab Al-Quran, dan Meluasnya daerah Islam dengan banyak suku bangsa
Jika membaca sejarah, sudah umum dikatakan bahwa tulisan-tulisan Al-Quran mulai di kumpulkan dimulai sejak zaman Khalifah Abu Bakar. Ini disebabkan banyaknya para sahabat dan sekaligus hafidz-hafidz Al-Quran yg syahid di pertempuran. Upaya ini dilanjutkan oleh Khalifah Umar bin Khattab, dan akhirnya di Zaman Khalifah Usman Ibn Affan, berhasil dikumpulkan menjadi suatu Mushab, yang disebut Mushab Usmani.
Diceritakan juga, bahwa ada beberapa perbedaan dan pertentangan pendapat sewaktu penyusunan Mushab ini, karena dikhawatirkan umat muslim tidak akan menghafalnya (hafidz) seperti yg banyak dilakukan oleh para sahabat di jaman rasul, dan kenyataan ini terbukti, sekarang sangat sedikit jumlahnya para penghafal-penghafal quran.
Mushab Qur'an Usmani ini, tidak mempunya tanda baca, dan juga tidak mempunyai titik. Bagi orang yg bukan dari arab, mungkin akan kesulitan membedakan mana huruf ba, ta, fa dan qof
Meluasnya daerah Islam, menyebabkan banyak bangsa-bangsa memeluk agama ini, bukan hanya orang arab saja. Mushab quran Ustmani menjadi terlalu sulit utk dibaca. Akhirnya, teks-teks Al-Quran mulailah di berikan tanda-tanda penjelas, seperti titik-titik, dan kemudian tanda-tanda baca seperti fathah, dhummah, kastroh, dll
Persoalan tidak hanya itu, cara membaca dan melafadzkan pada umat yg sudah majemuk ini akhirnya berbeda, disebabkan karena dialek (pronounciation) pada setiap bangsa. Beberapa referensi dianjurkan oleh ulama dizaman ini, yaitu membaca Quran harus mengikuti lidahnya orang Quraish (saya lupa referense ini, nanti ditanyakan kembali ke pak ustadz)
Hampir sezaman dengan ini, mulailah banyak muncul ulama-ulama yang menyusun ulang kaidah kaidah ilmu Nahwu Shorof yang digunakan untuk mempelajar Al-Quran dan Al-Hadist.
Al-Quran yg kita baca sekarang, adalah terbitan dari Department Agama, dan masih berdasarkan Mushab Usmani, dan sudah diberi tanda baca. Jika diperhatikan agak berbeda dengan terbitan dari Timur Tengah yang ada tanda-tanda khusus seperti tanda kepala shad diatas alif (bisa dibaca fathah, dummah ataupun kastroh)
Al-Quran dan Ilmu grammar Nahwu Shorof
Al-Quran adalah mujizat yg diturunkan dalam bahasa arab, sedangkan ilmu nahwu shorof hanyalah grammar tata bahasa orang arab kuno. Tanpa Ilmu Nahwu Shorof, tidaklah mungkin bisa memahami Al-Quran.
Simak pertanyaan dengan logika sederhana berikut:
1) Andaikata jika seseorang katakanlah sudah memahami Al-Quran, apakah ia dapat dikatakan memahami Ilmu Nahwu Shorof (ataupun ilmu2 lanjutannya) ? Jawabnya: Ya
pertanyaan kebalikannya:
2) Andaikan jika seseorang katakanlah sudah memahami Ilmu Nahwu Shorof ataupun Ilmu2 diatas nya (seperti Ilmu Balaghah, Ma'ani, Arut, dll) dapat dikatakan memahami Al-Quran? Jawabnya: belum tentu
Jelas, dari hubungan diatas, diantara Al-Quran dan Ilmu Nahwu Shorof (ataupun Ilmu2 lanjutannya) tidaklah setara. Ilmu Nahwu Shorof digunakan manusia utk memahami Al-Quran. Tetapi Al-Quran digunakan bukan utk mengikuti kaidahi Ilmu Nahwu Shorof ataupun Ilmu-Ilmu lain nya
Ilmu-ilmu manusia adalah terbatas, sementara Ilmu Allah yang sebagian kecil ter sirat di Al-Quran tidak lah terbatas.
Analogi sederhana yang lain:
Ibarat seorang sastrawan membuat puisi, apakah dalam pusinya dia harus tunduk pada kaidah bahasa??? tentu tidak ..
Apalagi Al-Quran, merupakan wahyu Allah yg diturunkan melalui Jibril, meskipun diturunkan dalam bahasa arab, apakah dia harus tunduk pada kaidah grammar (Nahwu Shorof) orang arab kuno????? Ya, tentu tidak ..
Contohnya: Alif Lam Miimm ... kaidah nahwu shorof yg mana yg mampu menjelaskan ini????
Tidak tunduknya ayat qur'an terhadap kaidah grammar, dipahami para Rasul, Sahabat, dan Ulama sebagai Mukjizat Al-Quran tersebut, karena mungkin ada pengetahuan yg ada didalamnya. Apalagi ayat-ayat yg bersifat Mutasyabihat, mungkin hanya para Ulil Albab (Ahli-Ahli) yg bisa menjelaskannya. Wallahu Alam.
Ayat2 mutasyabihat tidak bisa ditafsirkan dengan biasa, walaupun sudah menguasai ilmu-ilmu diatas nahwu shorof (seperti balaghah, dll). Di Quran disebutkan, sebagian dari kamu menggunakan ayat2 mutasyabihat itu utk menimbulkan fitnah, padahal tidak ada yg mengetahui artinya kecuali Allah dan orang-orang yg Ulil Albab (orang-orang yg ditunjuki/ orang-orang Ahli)
Dan sangat jelas diceritakan di suatu ayat Al-Quran tatkala orang-orang mu'min ditanyakan apakah artinya, mereka menjawab, itu semuanya dari Tuhan kami.
Akhir Kata
Begitulah selintas mengenai sejarah Al-Quran hingga sampai sekarang. Akhir kata, Semoga bermanfaat! Paling tidak dapat menangkis bbrp argumen-argumen dari kaum liberal/pluralisme/faith freedom dan kelompok-kelompoknya yg marak timbul belakangan ini yg berani mengkritisi al-quran dng kaidah ilmu nahwu shorof yg dipelajarinya tapi dengan hati yang tertutup, menggunakan akal dan pikirannya utk mengingkari. Kalau kita bisa bandingkan, apa bedanya mereka dengan orang-orang di kafir quraish saat itu. Orang kafir Quraish saat itu juga tahu ilmu nahwu shorof, mereka mengerti ayat-ayat itu luar biasa, kalau tidak mana mungkin ada reaksi dari mereka, tapi hati mereka tertutup, yang ada hanya ke-ingkaran. Bisa kah mereka menjelaskan jejak sejarah, saat Umar bin Khattab yang awalnya marah karena mengetahui adiknya sudah masuk islam, akhirnya tertegun setelah mendengar ayat suci Al-Quran, Surat Ta-Ha. Itulah hidayah, hati yang terbuka. Berlinang air di mata mendengar lantunannya.
Padahal jika mereka berpikir, di zaman nabi saja orang arab Quraish saja sudah tahu ilmu nahwu shorof, dan mereka terkejut tatkala mendengar lantunan ayat-ayat suci al-quran. Jelas ini bukan ayat biasa yg keluar dari mulut nya rasul yang dikategorikan ummi.
Selain itu juga, Kitab Suci agama manakah yang bisa dihafal??? Hanya Al-Quran. Kitab Suci Agama Islam.
Coba cek kitab suci agama lain, kalau bisa hafal hebat dah!
Adanya para hafidz-hafidz (penghafal-penghafal quran) ini telah mementahkan pendapat para sarjana barat ataupun kaum faith freedom/liberal bahwa Al-Quran telah berubah pada suatu zaman. Anggapan mereka tertolak mentah-mentah, karena mereka tidak tahu bahwa dalam sejarah Islam terbukti bahwa kitab suci Al-Quran yang tebalnya seperti itu bisa dihafal luar kepala dan dilakukan turun temurun (mutawatir), dan banyak penghafal nya. Inilah yg mereka tidak mampu mematahkannya.
Mari kita perbanyak penghafal-penghafal Al-quran. Karena hanya ini kitab suci kalamullah yg masih ada dan terjaga sampai saat ini melalui perantara ulama dan hafidz hafidz quran. Menghafal Al-Quran bukan suatu yang mustahil karena Allah sendiri menjaminnya bahwa kita tidak akan lupa, dan sudah dibuktikan di zaman sahabat, tabiin, tabiut, hingga sampai saat ini.
Banyak yg berbeda antara zaman kita dan zaman rasul dan sahabat. Di zaman itu banyak para sahabat yang hafidz al-quran, sehingga al-quran itu dibaca tampa teks. Dizaman kita hanya tinggal sedikit penghafal al-quran. Apakah ini tanda bahwa al-quran akan lenyap dikarenakan tidak banyak penghafalnya??? Semoga tidak terjadi utk zaman ini. Amin..
Assalamualaikum,
Pada beberapa kali pertemuan di pengajian Nahwu Shorof, seringkali saya menanyakan hal-hal yg bersifat prinsipal tentang ayat-ayat Al-Quran, sejarahnya dan bagaimana cara mempelajarinya dan bagaimana cara melafadzkannua. Bukannya dulu tidak menyimak sewaktu diajarkan di sekolah, tapi ada beberapa hal yg saya ingin lebih memahami prinsip-prinsip dasarnya, untuk menambah pengetahuan saya dan memperkuat keimanan.
Pak Ustads menjawabnya dengan menerangkan sejarahnya dengan ringkas sebagai berikut:
Seperti yg sudah umum kita ketahui, ayat-ayat yg turun tidaklah sekaligus, tapi berangsur-angsur dan disesuaikan dengan kondisi dan masalah yang dialami oleh Rasul dan umat muslim saat itu.
Pada dasarnya ayat-ayat Al-Quran berbentuk lafadz-lafadz (suara)
Ayat-ayat yg turun dari Malaikat Jibril ke ke Rasul, kemudian secara Talaqi (berhadap-hadapan) dibacakan dari Rasul ke para Sahabat. Para sahabat menghafalkannya dan sebagian ada juga yg menulisnya, seperti Zaid bin Tsabit.
Sahabat Nabi yg bernama Zaid bin Tsabit ini dikenal juga sebagai sekretaris rasul, pemimpin penghimpunan ayat2 al-quran, cerdas, penghafal quran, dan mempunyai kemampuan belajar bahasa asing dengan cepat, mampu menulis dengan indah dan membaca bahasa arab dengan lancar, juga mengetahui dan mempelajari beberapa bahasa-bahasa lain seperti bahasa ibrani, bahasa suryani, dengan cepat, beliau lebih muda kira-kira 10 tahun dari Ali bin Abi Thalib.
Rasul mengetahui penulisan ini, dan tidak melarangnya. Dan malah di bbrp riwayat kelak setelah berlangsung lamanya masa menyebarkan ke-islaman, nabi juga banyak mempercayakan Zaid bin Tsabit utk menuliskan wahyu yg setiap kali turun ke Rasul. Rasul mendiktekan, meminta Zaid utk menuliskannya, dan beberapa riwayat mengatakan juga mengkoreksi tulisan yg didiktekan tersebut. Contohnya dapat kita lihat tentang penulisan "abidu" dan "aabidu" di surat Al-Kafirun. Di surat ini banyak rasm-rasm yg berbeda dengan kaidah Nahwu Shorof. Dan sebagian para Ulama mentafsirkan nya dengan penjelasan yg dalam.
Ulasan:
Ada riwayat sewaktu ayat pertama turun di gua Hira, secara umum kita mengetahui bahwa Nabi tidak bisa membaca, apalagi menulis. Tetapi ternyata setelah mendapat penjelasan dari pak ustadz, ketidak mampuan baca dan menulis ini bukanlah seperti yg selama ini saya bayangkan. Dari sejarah Rasul diwaktu muda, beliau sudah menjalankan perdagangan ke negeri Syam. Secara logika, setidaknya rasul mengerti paling tidak sedikit ilmu-ilmu dasar perdagangan, atau paling tidak dapat membaca dan menulis setidaknya untuk keperluan administrasi yg sangat sederhana untuk menjalankan perdagangan. Kemampuan menulis ditahap awal ini dapat dikatakan sangat sederhana, seperti menggambarkan beberapa lafadz-lafadz huruf dasar atau hanya menggambar/menulis bentuk kata sederhana (morfologi fonem).
Mungkin bisa dibayangkan kemampuan awal dalam hal baca dan tulis pada diri rasul pada tahap awal turunnya wahyu pertama sangatlah minim dan dengan bahasa kita mungkin dapat disebutkan membaca dengan terbata-bata atau hanya bisa dengan kata-kata yg sangat sederhana, TAPI bukan untuk membaca atau menulis tulisan tulisan yang indah dan rumit yg mempunyai unsur sastra.
Maka, dapat dipahami secara logika bahwa di peristiwa di gua Hira, pada saat turunnya wahyu pertama Rasul mengatakan tidak bisa membaca, dan juga bisa diartikan tidak tahu apa yg dibaca.
Cap yg menempel sebagai orang yg tidak bisa membaca (Ummi) yg ditempelkan pada diri Rasul mungkin lebih tepat disebabkan beliau bukan dari golongan orang yg terdidik karena mempunyai kemampuan baca tulis yg minim (dengan ter ba ta), atau bahasa gaulnya bukan dari kalangan anak sekolahan yang mengetahui ilmu-ilmu baca dan tulis indah, sempurna dan lancar. Ummi disini bisa juga di pahami bahwa pada saat turunnya wahyu pertama rasul belum mempunyai pengetahuan yang banyak, dan berikutnya setelah ayat-ayat quran turun mengajarkan beliau tentang banyak ilmu pengetahuan.
Apakah sepanjang hidup rasul tidak bisa membaca dan menulis, atau tetap menjadi ummi seterusnya?? Secara logika, kemampuan awal seseorang tidak mungkin tidak berkembang. Dan rasul juga mempunyai sifat yang namanya fathanah yaitu cerdas. Apalagi banyak sumber-sumber di Quran yang menjelaskan bahwa pengetahuan itu diajarkan ke rasul melalui ayat-ayat Al-Quran. Sifat fathanah yang cerdas ada di diri rasul, dari seorang ummi yang tidak tahu banyak pengetahuan menjadi seorang yang mempunyai ilmu yang banyak setelah diajarkan melalui ayat-ayat suci al-quran.
Telah disebutkan bahwa Rasul juga mempunyai sekretaris seperti Zaid bin Tsabit. Brrp riwayat menyatakan saat rasul meminta zaid utk menuliskan wahyu yang turun kepadanya. Setidaknya ada kemampuan tambah pada diri rasul sendiri, seperti meminta dituliskan tetap seperti ini atau seperti itu. meskipun beliau masih dikategorikan tetap tidak bisa membaca dan menulis, jelas disitu rasul sudah mulai mengenal bentuk-bentuk penulisan kata.
Masih di tahap-tahap awal setelah turunnya wahyu pertama, menurut jejak sejarah, para sahabat yg menerima ayat-ayat indah ini, ter kejut, ter-Ta'jub dan ter kagum karena tidak mungkin ayat-ayat ini karangan Muhammad yg mereka fahami bahwa beliau bukan dari kalangan terdidik, yang tidak mengetahui sebelumnya adanya kitab-kitab lain, dan tidak bisa menulis membaca apalagi ber-syair. Yang kontra dan bereaksi negatif juga banyak, terutama dari para kafir Quraish saat itu, malah mengatakan Rasul adalah tukang sihir dan macam-macam lagi. Ini disebabkan karena hal-hal yg tidak mungkin yg bisa keluar dari seseorang seperti Muhammad yg mereka ketahui ia dari golongan yang "Ummi" (golongan orang yg tidak bisa membaca dan menulis, apalagi mengeluarkan syair-syair sastra yg indah).
Setelah beberapa waktu dalam masa awal islam, setelah banyak ayat ayat turun, akhirnya banyak para quraish yg dulunya kafir akhirnya melihat hal ini sebagai sesuatu yang benar. Mungkin masih ingat kisahnya Umar Bin Khatab, yang tertegun setelah mendengar ayat quran surat TA-HA
Indikasi sudah ada nya Ilmu Nahwu Shorof di zaman Rasul dan Sahabat
Jika kita cermati lagi, kenapa para sahabat dan orang-orang Arab Quraish saat itu mengerti bahwa ayat-ayat itu luar biasa indah, tentulah bisa kita pahami, mereka juga memahami ilmu kesusastraan yg berbasis nahwu-shorof, sebagai ilmu grammar dan tata bahasa arab dan juga sebagai dasar ilmu kesusastraan.
Jadi dapat disimpulkan, bahwa Ilmu Nahwu Shorof, sudah ada pada bangsa Arab pada saat zaman Rasul.
Adapun penyusunan Ilmu Nahwu Shorof, populer muncul setelah zaman Rasul. Hal itu disebabkan karena telah meluasnya islam ke berbagai bangsa. Dan para Ulama-ulama, menuliskan kembali kaidah ini karena dianggap sangat penting utk memahami utk membaca quran dan hadist.
Cara membaca (TAHSIN), dilakukan secara Talaqi (berhadap-hadapan) dan Mutawatir (turun temurun)
Kembali ke riwayat turunnya Al-Quran tersebut, diantara para sahabat, setelah mendengarkan secara Taliqi ayat-ayat tersebut dr rasul. Ada yg membaca berbeda disebabkan karena pengucapan dan lidahnya. Maaf, saya lupa nama sahabat tsb, seperti pengucapan lafadz Alif Lam Miiim , menjadi Alif Lam Mree, dengan munculnya lafadz "re" dalam lafadz Miim.
Rasul memahami pengucapan lafadz yg berbeda disebabkan pengucapan lidah yg berbeda diantara para sahabat. Jika tidak salah ada bbrp sumber rujukan utk cara pembacaan ini, (maaf saya lupa ada bbrp nash ttg cara membaca ini, seperti nya ada 7 macam, nanti saya konfirmasi lagi ke pak ustadz). Cara membaca ayat-ayat Quran inilah yang disebut sebagai TAHSIN.
Jadi dapat dipahami ilmu TAHSIN ini diturunkan secara turun temurun (mutawatir), dari para Hafidz-Hafidz Al-Quran dijaman rasul dan sahabat ke para imam-imam di zaman tabiin dan berikutnya tabiut , hingga sampai ke zaman sekarang. Beberapa Imam-Imam Masjidil Haram seperti Abdurrahman As-Sudaish dan Shuraim disebutkan mengikuti satu nash Tahsin yang sama.
Mengenai penyusunan redaksi Al-Quran, dan penyusunan suatu ayat masuk ke suatu Surah
Diceritakan oleh p Ustadz, masih dizaman rasul, disetiap tahun di adakan Nuzulul Quran, bacaan rasul juga di ulangi dan di koreksi oleh Malaikat Jibril, berikut juga penyusunan ayat-ayat yang turunnya tersebar-sebar tersebut. Nabi menyampaikan hal ini ke para sahabat, dan memerintahkan agar ayat B dimasukkan ke surat A, ayat C dimasukkan ke surat D, dan seterusnya.
Pada setiap tahun Nuzulul Quran ini juga, bacaan nabi dan para sahabat juga di koreksi dan dibetulkan secara taliqi agar mengikuti Tahsin yg benar, dan tentunya membaca ayat-ayat yg telah tersusun dlm suatu surah.
Mengenai Mushab Al-Quran, dan Meluasnya daerah Islam dengan banyak suku bangsa
Jika membaca sejarah, sudah umum dikatakan bahwa tulisan-tulisan Al-Quran mulai di kumpulkan dimulai sejak zaman Khalifah Abu Bakar. Ini disebabkan banyaknya para sahabat dan sekaligus hafidz-hafidz Al-Quran yg syahid di pertempuran. Upaya ini dilanjutkan oleh Khalifah Umar bin Khattab, dan akhirnya di Zaman Khalifah Usman Ibn Affan, berhasil dikumpulkan menjadi suatu Mushab, yang disebut Mushab Usmani.
Diceritakan juga, bahwa ada beberapa perbedaan dan pertentangan pendapat sewaktu penyusunan Mushab ini, karena dikhawatirkan umat muslim tidak akan menghafalnya (hafidz) seperti yg banyak dilakukan oleh para sahabat di jaman rasul, dan kenyataan ini terbukti, sekarang sangat sedikit jumlahnya para penghafal-penghafal quran.
Mushab Qur'an Usmani ini, tidak mempunya tanda baca, dan juga tidak mempunyai titik. Bagi orang yg bukan dari arab, mungkin akan kesulitan membedakan mana huruf ba, ta, fa dan qof
Meluasnya daerah Islam, menyebabkan banyak bangsa-bangsa memeluk agama ini, bukan hanya orang arab saja. Mushab quran Ustmani menjadi terlalu sulit utk dibaca. Akhirnya, teks-teks Al-Quran mulailah di berikan tanda-tanda penjelas, seperti titik-titik, dan kemudian tanda-tanda baca seperti fathah, dhummah, kastroh, dll
Persoalan tidak hanya itu, cara membaca dan melafadzkan pada umat yg sudah majemuk ini akhirnya berbeda, disebabkan karena dialek (pronounciation) pada setiap bangsa. Beberapa referensi dianjurkan oleh ulama dizaman ini, yaitu membaca Quran harus mengikuti lidahnya orang Quraish (saya lupa referense ini, nanti ditanyakan kembali ke pak ustadz)
Hampir sezaman dengan ini, mulailah banyak muncul ulama-ulama yang menyusun ulang kaidah kaidah ilmu Nahwu Shorof yang digunakan untuk mempelajar Al-Quran dan Al-Hadist.
Al-Quran yg kita baca sekarang, adalah terbitan dari Department Agama, dan masih berdasarkan Mushab Usmani, dan sudah diberi tanda baca. Jika diperhatikan agak berbeda dengan terbitan dari Timur Tengah yang ada tanda-tanda khusus seperti tanda kepala shad diatas alif (bisa dibaca fathah, dummah ataupun kastroh)
Al-Quran dan Ilmu grammar Nahwu Shorof
Al-Quran adalah mujizat yg diturunkan dalam bahasa arab, sedangkan ilmu nahwu shorof hanyalah grammar tata bahasa orang arab kuno. Tanpa Ilmu Nahwu Shorof, tidaklah mungkin bisa memahami Al-Quran.
Simak pertanyaan dengan logika sederhana berikut:
1) Andaikata jika seseorang katakanlah sudah memahami Al-Quran, apakah ia dapat dikatakan memahami Ilmu Nahwu Shorof (ataupun ilmu2 lanjutannya) ? Jawabnya: Ya
pertanyaan kebalikannya:
2) Andaikan jika seseorang katakanlah sudah memahami Ilmu Nahwu Shorof ataupun Ilmu2 diatas nya (seperti Ilmu Balaghah, Ma'ani, Arut, dll) dapat dikatakan memahami Al-Quran? Jawabnya: belum tentu
Jelas, dari hubungan diatas, diantara Al-Quran dan Ilmu Nahwu Shorof (ataupun Ilmu2 lanjutannya) tidaklah setara. Ilmu Nahwu Shorof digunakan manusia utk memahami Al-Quran. Tetapi Al-Quran digunakan bukan utk mengikuti kaidahi Ilmu Nahwu Shorof ataupun Ilmu-Ilmu lain nya
Ilmu-ilmu manusia adalah terbatas, sementara Ilmu Allah yang sebagian kecil ter sirat di Al-Quran tidak lah terbatas.
Analogi sederhana yang lain:
Ibarat seorang sastrawan membuat puisi, apakah dalam pusinya dia harus tunduk pada kaidah bahasa??? tentu tidak ..
Apalagi Al-Quran, merupakan wahyu Allah yg diturunkan melalui Jibril, meskipun diturunkan dalam bahasa arab, apakah dia harus tunduk pada kaidah grammar (Nahwu Shorof) orang arab kuno????? Ya, tentu tidak ..
Contohnya: Alif Lam Miimm ... kaidah nahwu shorof yg mana yg mampu menjelaskan ini????
Tidak tunduknya ayat qur'an terhadap kaidah grammar, dipahami para Rasul, Sahabat, dan Ulama sebagai Mukjizat Al-Quran tersebut, karena mungkin ada pengetahuan yg ada didalamnya. Apalagi ayat-ayat yg bersifat Mutasyabihat, mungkin hanya para Ulil Albab (Ahli-Ahli) yg bisa menjelaskannya. Wallahu Alam.
Ayat2 mutasyabihat tidak bisa ditafsirkan dengan biasa, walaupun sudah menguasai ilmu-ilmu diatas nahwu shorof (seperti balaghah, dll). Di Quran disebutkan, sebagian dari kamu menggunakan ayat2 mutasyabihat itu utk menimbulkan fitnah, padahal tidak ada yg mengetahui artinya kecuali Allah dan orang-orang yg Ulil Albab (orang-orang yg ditunjuki/ orang-orang Ahli)
Dan sangat jelas diceritakan di suatu ayat Al-Quran tatkala orang-orang mu'min ditanyakan apakah artinya, mereka menjawab, itu semuanya dari Tuhan kami.
Akhir Kata
Begitulah selintas mengenai sejarah Al-Quran hingga sampai sekarang. Akhir kata, Semoga bermanfaat! Paling tidak dapat menangkis bbrp argumen-argumen dari kaum liberal/pluralisme/faith freedom dan kelompok-kelompoknya yg marak timbul belakangan ini yg berani mengkritisi al-quran dng kaidah ilmu nahwu shorof yg dipelajarinya tapi dengan hati yang tertutup, menggunakan akal dan pikirannya utk mengingkari. Kalau kita bisa bandingkan, apa bedanya mereka dengan orang-orang di kafir quraish saat itu. Orang kafir Quraish saat itu juga tahu ilmu nahwu shorof, mereka mengerti ayat-ayat itu luar biasa, kalau tidak mana mungkin ada reaksi dari mereka, tapi hati mereka tertutup, yang ada hanya ke-ingkaran. Bisa kah mereka menjelaskan jejak sejarah, saat Umar bin Khattab yang awalnya marah karena mengetahui adiknya sudah masuk islam, akhirnya tertegun setelah mendengar ayat suci Al-Quran, Surat Ta-Ha. Itulah hidayah, hati yang terbuka. Berlinang air di mata mendengar lantunannya.
Padahal jika mereka berpikir, di zaman nabi saja orang arab Quraish saja sudah tahu ilmu nahwu shorof, dan mereka terkejut tatkala mendengar lantunan ayat-ayat suci al-quran. Jelas ini bukan ayat biasa yg keluar dari mulut nya rasul yang dikategorikan ummi.
Selain itu juga, Kitab Suci agama manakah yang bisa dihafal??? Hanya Al-Quran. Kitab Suci Agama Islam.
Coba cek kitab suci agama lain, kalau bisa hafal hebat dah!
Adanya para hafidz-hafidz (penghafal-penghafal quran) ini telah mementahkan pendapat para sarjana barat ataupun kaum faith freedom/liberal bahwa Al-Quran telah berubah pada suatu zaman. Anggapan mereka tertolak mentah-mentah, karena mereka tidak tahu bahwa dalam sejarah Islam terbukti bahwa kitab suci Al-Quran yang tebalnya seperti itu bisa dihafal luar kepala dan dilakukan turun temurun (mutawatir), dan banyak penghafal nya. Inilah yg mereka tidak mampu mematahkannya.
Mari kita perbanyak penghafal-penghafal Al-quran. Karena hanya ini kitab suci kalamullah yg masih ada dan terjaga sampai saat ini melalui perantara ulama dan hafidz hafidz quran. Menghafal Al-Quran bukan suatu yang mustahil karena Allah sendiri menjaminnya bahwa kita tidak akan lupa, dan sudah dibuktikan di zaman sahabat, tabiin, tabiut, hingga sampai saat ini.
Banyak yg berbeda antara zaman kita dan zaman rasul dan sahabat. Di zaman itu banyak para sahabat yang hafidz al-quran, sehingga al-quran itu dibaca tampa teks. Dizaman kita hanya tinggal sedikit penghafal al-quran. Apakah ini tanda bahwa al-quran akan lenyap dikarenakan tidak banyak penghafalnya??? Semoga tidak terjadi utk zaman ini. Amin..